Ada Surga di Rumahmu


 "Seorang ibu mampu mengorbankan segalanya demi 10 anaknya, tetapi 10 orang anak belum tentu mampu mengorbankan segalanya demi seorang ibu."

Film Ada Surga di Rumahmu
Tersebutlah seorang anak bernama Ramadhan dari Palembang. Di masa kecilnya, ia kerap melakukan kebandelan dan berkelahi kala emosi. Suatu hari di perjalanan berangkat mengaji ke mushola ia berulah, sehingga ayahnya (Abuya) menghukum Ramadhan untuk maju mengisi pengajian di depan teman-temannya. Ternyata Ramadhan memiliki bakat bercerita yang bagus. Dalam ceramahnya ia bercerita kisah fenomenal Uwais Al-Qarni, seorang yang sangat berbakti kepada ibunya. Orang tua Ramadhan kemudian memutuskan untuk memasukkan Ramadhan ke pesantren untuk dididik oleh Ustadz Attar, berharap kelak ia menjadi pendakwah yang baik. Disini ia bertemu dengan dua orang santri yang kelak menjadi sahabat dekatnya hingga dewasa. Beranjak dewasa, Ramadhan mengabdi sebagai ustadz muda sederhana di pesantren yang sama dan mengajar bela diri. Hasil didikan Ustadz Attar merubahnya menjadi seorang yang santun dan berbakti kepada orang tua. Namun, pada suatu titik ia merasa jenuh, merasa potensi masa mudanya jauh lebih besar dari sekadar mengajar di pesantren kecil. Ketika muncul kesempatan untuk audisi casting film laga, bertiga bersama sahabatnya ia berangkat diam-diam ke Jakarta tanpa seizin Ustadz Attar maupun orang tuanya. Setiba di Jakarta, rencananya menemui kendala. Mereka terpaksa menginap di sebuah masjid. Saat itu, dalam tidurnya, Ramadhan melihat ibunya tengah menderita sakit, mengulurkan tangan meminta pertolongannya...

Mimpi itu membangunkannya dan membuat perasaannya entah kenapa tak karuan. Saat menghubungi Abuya, Ramadhan tahu bahwa ibunya di rumah memang sedang sakit. Di dalam masjid, ia bertemu seorang remaja yatim-piatu yang menangis dalam doa, yang kemudian menceritakan penyesalan dan nestapanya kehilangan kedua orang tua, tak berbakti ketika mereka masih ada. Semua ini sudah cukup untuk membuat Ramadhan memutuskan untuk kembali ke Palembang hari itu juga. Apalah artinya kesuksesan semu tanpa ridho orang tua? Apalagi belakangan menjelang ajal Ustadz Attar, beliau memberi tahu Ramadhan mengenai satu hal yang begitu menghunjam di hati dan membuatnya kehilangan kata-kata. Ustadz Attar terkena penyakit sejak lama. Abuya mendonorkan ginjalnya kepada Ustadz Attar dengan suatu janji penting sebagai gantinya, yakni mendidik Ramadhan sebaik-baiknya demi masa depannya. Sejak saat itu, Ramadhan bertekad ingin membuat orang tuanya bangga, menjadi pendakwah yang sukses seperti harapan mereka. Seiring waktu, ia mulai menerima undangan ceramah di berbagai tempat. Honor tak seberapa yang diterima ia syukuri, tak lupa dengan menyisihkannya untuk sang ibu. Pada akhirnya, Ramadhan menerima tawaran untuk mengisi ceramah di sebuah acara stasiun TV. Sebuah langkah kesuksesan guna memberi manfaat untuk lebih banyak umat terbuka untuknya. Suatu prestasi yang membanggakan keluarganya, yang diyakininya takkan bisa diraih tanpa doa & ridho orang tua.

Husein Alatas, pemeran Ramadhan (credit: Teh Efi Fitriyah)
Diangkat dari buku karya Ustadz Alhabsyi berjudul sama, film Ada Surga di Rumahmu arahan sutradara Aditya Gumay ini mengangkat pesan moral yang sederhana, dekat di keseharian setiap orang, namun seringkali dilupakan. Terutama di jaman sekarang ini, ketika banyak kasus anak yang seperti kacang lupa kulitnya. Sebutlah sikap anak yang tak semestinya kepada orang tua, atau orang yang sibuk dengan pekerjaan sampai kurang mempedulikan orang tua. Mengambil setting sebagian besar di perkampungan di Palembang dengan pemandangan indah Sungai Musi, film ini menggambarkan kisah drama menyentuh yang cocok untuk ditonton seluruh keluarga. Tokoh utama Ramadhan diperankan dengan cukup baik oleh Husein Alatas, jebolan Indonesian Idol 8. Meski terbilang baru terjun di dunia akting, Husein terlihat dapat menghayati perannya sebagai ustadz muda sederhana yang rendah hati itu. Peran Ramadhan kecil juga sangat baik dimainkan oleh Raihan Khan. Lama tak muncul, Elma Theana berperan sebagai Umi, ibu Ramadhan yang berprofesi sebagai penjahit. Tokoh Abuya diperankan oleh Budi Khairul, sementara Ustadz Attar diperankan oleh Ustadz Alhabsyi. Kisah ini diramaikan dengan kehadiran 2 gadis dalam kehidupan Ramadhan, sehingga ada bumbu roman cinta segitiga di dalamnya. Kedua gadis yang menyukai Ramadhan yaitu teman masa kecilnya bernama Nayla (Nina Septiani) dan Kirana (Zeezee Shahab) yang pertama kali dikenal Ramadhan saat syuting film di lingkungan pesantrennya.
Zeezee Shahab, pemeran Kirana (credit: Teh Efi Fitriyah)
Banyak adegan mengharukan bertebaran di film ini, yang berpotensi bakal membuat penonton turut berurai air mata. Penonton juga disajikan adegan-adegan lucu yang mengocok perut. Terutama suasana humor ini dihadirkan oleh 2 tokoh sahabat Ramadhan, yang satu berperawakan kurus tinggi, yang lain bertubuh gemuk. Misalnya saat trio santri tersebut dihukum akibat melakukan pelanggaran keluyuran diam-diam keluar pesantren untuk nonton TV di warung. Mereka dihukum untuk berdakwah di kuburan, pasar, hingga kandang ayam. Ada-ada saja. Terdapat hal yang ganjil di film ini, seperti pada adegan Ramadhan mengajak Nayla berboncengan motor. Awalnya Nayla menolak, mengatakan bukan mahram, tapi kemudian setuju. Aneh saja, Ramadhan sendiri yang seorang ustadz? Selain itu, konflik yang terbangun dalam film terasa kurang tereksplorasi lebih dalam. Aku pribadi berekspektasi Ramadhan muda akan melakukan kesalahan yang jauh lebih parah dibanding sekedar pergi ke Jakarta tanpa izin orang tua. Ternyata tidak. Alih-alih demikian, gambaran kekhilafan dan penyesalan akibat mengabaikan orang tua yang menjadi pesan moral utama film diwakilkan melalui cerita yang dituturkan Ramadhan dalam ceramahnya.

Terlepas dari kekurangannya, banyak hikmah yang dapat diambil dari film ini. Kehadirannya di tengah-tengah maraknya film yang hanya mengedepankan unsur hiburan patut diapresiasi, sebagaimana dituturkan oleh Ridwan Kamil yang turut hadir pada pemutaran preview film ini di Blitz Megaplex, Paris Van Java Bandung (22/3/2015) lalu. Acara yang dihadiri pula oleh para pemain film Husein Alatas, Zeezee Shahab, dan Ustadz Alhabsyi ini begitu ramai dengan antusiasnya para undangan yang memenuhi kursi-kursi studio, sampai banyak yang duduk di tangga. Aku sendiri bersyukur dapat menyaksikan preview film ini bersama kawan-kawan blogger Bandung. Jujur saja, aku juga banyak berurai air mata menyaksikan film ini, teringat almarhumah ibu dan bapak di kampung. Aku sadar aku belum menjadi seorang anak berbakti seperti yang dianjurkan dalam film ini :'(.
Ridwan Kamil saat mengungkapkan kesan-pesan menonton film ASdR di Blitz Megaplex PVJ (credit: Teh Efi Fitriyah)
Adegan penutup film ini mengingatkan kita akan betapa seringnya kita khilaf menomorsekiankan orang tua dibanding kesibukan kita. Seperti kata Ustadz Alhabsyi, begitu sigap kita menerima telpon dari bos apapun situasinya, sementara jika yang tertera di layar hp adalah ibu yang menghubungi, respon kita tak jauh-jauh dari "nanti saja", "sedang sibuk". Padahal kita tak tahu barangkali ada hal penting yang ingin disampaikan ibu, atau mungkin ibu sedang kangen. Dan kita tak tahu kapan saat bertemu atau mendengar suaranya menjadi yang terakhir kalinya... Sering kali kita mencari (jalan) surga di tempat-tempat jauh (menyantuni banyak anak yatim, haji berkali-kali, dst...), sementara melupakan surga terdekat yang berada di rumah sendiri.
 “Surga itu begitu dekat. Tapi, mengapa kita sibuk mengejar yang jauh?”
credit: Fb Noura Books
Film ini cocok untuk semua umur, tayang perdana pada 2 April 2015. Direkomendasikan untuk ditonton bersama-sama dengan keluarga.

Komentar

  1. filmnya baguuus ya mbaa..udah kebayang terharunyaa...jadi pengen nontooon :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penuh hikmah & edukatif, Mak. Patut diapresiasi. Pulang nonton dijamin jadi kangen emak-bapak :)

      Hapus
  2. Kemaein juga baca review film ini..jadi makin pengen nonton euuyy....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Besok sudah bisa dionton di bioskop, Mak. Kalau nonton ajak2 rombongan keluarga :D

      Hapus
  3. Kalau dilihat dari ceritanya sih sepertinya layak untuk ditonton ya mbak..he

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Dukung film Indonesia yg bernilai edukatif :)

      Hapus
  4. Waa asik untuk semua umur, bisa ngajak bocah ya nonton ini, ga perlu bingung cari tempat penitipan anak hehe

    BalasHapus
  5. saya suka banget sama film yang menyajikan pesan moral, nanti kalo me tima mau nontoh ah mak

    BalasHapus
  6. Jd tmbah penasaran nih mak..kayaknya dalem bgd gt y mak nih film...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, pastinya "jleb"... Bikin merenungi kealpaan sendiri

      Hapus
  7. Wah Mbak Zizi lagi pemainnya... Jadi makin pengen nonton.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kenapa, apa ngefans yah sama Mbak Zizi... Hehe, cantik lihat aslinya... :D.

      Hapus

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu kala mampir di sini

Popular Posts

Mozaik Bandung: Liburan yang Kacau & Jalan Panjang ke Pondok Hijau

Puisi Sapardi, Acep Zamzam, & Bulu Kuduk [Wishful Wednesday #2]

Manfaat Bekerja Sama dengan Digital Marketing Agency Indonesia untuk Bisnis