Ngobrol Buku & Tur Buku di Gathering Pegiat Sosmed Mizan

Semenjak melihat infonya di sosmed, aku langsung tertarik untuk mendaftar acara Gathering Pegiat Media Sosial yang diadakan oleh Penerbit Mizan. Selain topik acaranya menarik, belakangan aku mendapatkan informasi tentang pembicara yang diundang hadir, yakni Pak Nukman Luthfie, adalah seorang yang ahli mengenai media sosial. Kesempatan terbuka untuk mendapatkan sharing ilmunya. Acaranya sendiri bertempat di kantor Penerbit Mizan yang di Cinambo, Ujung Berung, Bandung. Kebetulan aku belum pernah berkunjung ke kantor Mizan ini. Padahal sedari dulu, sudah ada niat ingin main kesana. Karena di waktu-waktu sebelumnya, Penerbit Mizan kadang mengadakan event menarik terkait buku yang terbuka untuk umum di kantornya. Baru kali ini keinginan untuk bertandang itu kesampaian. Malah kunjungan kali ini terbilang spesial. Karena tak sekadar bertamu ke kantornya saja dan menyimak acara, melainkan mendapatkan kesempatan mengunjungi dan menyaksikan proses pembuatan buku di bagian percetakannya. Asyik banget!

Perjalanan menuju Mizan
Aku mendapatkan info bahwa dari tempatku ke Mizan cukup naik angkot sekali rute Panghegar-Dipati Ukur. Maka siang itu, Jumat 6 Februari 2015, aku berangkat pakai angkot ini, tanpa tahu bahwa sebetulnya jarang-jarang angkot ini betulan lewat persis di depan Mizan. Aku baru tahu ternyata mencapai lokasi Mizan pakai angkot ini berasa lama sekali gak sampai-sampai. Aku sering ke Ujung Berung, tapi gak ada ide kalau Cinambo tuh jalannya masuk-masuk jauh banget... Mana suasana beranjak mendung pekat banget, hingga akhirnya hujan besar disertai angin kencang. Syukurlah meski begitu, ternyata angkot yang kutumpangi benar-benar menyampaikanku ke lokasi Mizan. Sewaktu ditanya sama Mang Sopir angkotnya, kubilang turun di kantor Mizan. Dan si Mang pun menurunkan kami tepat di depan kantor Mizan.

Saat itu masih hujan deras. Dengan tergopoh berpayung, kami segera masuk ke lobi. Namun begitu bertatap muka dengan Mbak resepsionis, kok mbaknya bingung ya. Lho, bukannya benar acara gatheringnya hari ini, disini? Akhirnya terungkaplah kebingungan itu. "Oh, mungkin di kantor Penerbit Mizan ya? Kalau ini kantor MMU. Kantor Penerbit Mizan yang di seberang situ, jalan sedikit ke arah sana..." Begitulah Mbaknya menyimpulkan, sambil menunjuk lokasi yang benar. Oalah, ternyata Mang Angkotnya agak meleset sedikit toh. Yah, gak salah-salah amat sih, kantor MMU juga judulnya Mizan Media Utama, distributor Mizan. Kami berjalan dalam hujan ke arah yang ditunjukkan Si Mbak. Benar saja, jelas terbaca No. 153. Alamat Penerbit Mizan yang betul, hihi... Pake acara salah alamat segala nih :D.

Sesampainya di lobi yang benar, kali ini Mbak resepsionisnya gak bingung. Sudah kelihatan itu yang lesehan di sebelah tempat acaranya. Wah, agak telat, acara sudah berlangsung. Terlihat sejumlah pegiat sosial media yang hadir (termasuk blogger), sedang asyik menyimak. Belakangan kutahu ternyata yang hadir bukan dari Bandung saja, ada juga yang dari Jakarta. Segera saja aku bergabung, setelah disambut dengan cek kehadiran dan hidangan coffee break untuk dibawa ke tempat acara. Saat itu Pak Nukman belum hadir. Ternyata acara gathering ini memang dibagi 3 sesi utama. Yang pertama, pengenalan sekilas tentang Penerbit Mizan dan sharing seputar industri perbukuan oleh M.A. Luthfi, Manager Produksi  & Promosi Mizan.

Ngobrol Buku
Ngobrolin buku bareng Manager Produksi & Promosi Mizan
Banyak hal yang dibincangkan seputar penerbitan buku di sesi pertama ini. Di antaranya mengenai bagaimana seluk-beluk buku yang diterbitkan menjalani proses distribusi ke berbagai toko buku. Apa yang terjadi ketika buku tersebut penjualannya bagus atau tidak, bagaimana posisi buku tersebut bergeser entah itu ke display best-seller ataukah bernasib tergeser ke rak belakang, menunggu vonis untuk diretur. Di Mizan sendiri, tentu ada strategi dan upaya dari bagian promosi demi memperpanjang umur display sebuah buku di toko buku. Demikian sebagai salah satu wujud penghargaan juga kepada penulisnya, karena menulis buku saja sudah sebuah perjuangan yang melalui banyak proses. Dunia industri buku memang punya persaingannya sendiri, dimana ada begitu banyak penerbit, begitu banyak buku (dan setiap waktu lahir buku-buku baru), sementara kapasitas toko buku tentu terbatas. Disinilah spot display yang strategis diperebutkan. Begitu nasib buku baru kurang laku di pasaran, dalam beberapa hari akan ada geser-menggeser posisi, hingga terancam tenggelam di rak bersama buku-buku lain yang senasib. 

Perbincangan di sesi pertama ini berlangsung seru. Terlihat juga antusiasme pegiat sosmed yang hadir dengan mengalirnya berbagai pertanyaan seputar penerbitan buku & distribusinya. Perbincangan pun jadi melebar ke beberapa topik. Ada yang mengulik seputar perjalanan naskah yang masuk ke Penerbit Mizan, mulai dari bagian resepsionis, hingga ke bagian editor, dan jika lolos untuk diterbitkan, berlanjut hingga berbagai rapat redaksi yang selain membahas naskahnya, juga pengemasan & pemilihan cover bukunya. Menurut Kang Lutfi, naskah yang masuk baik dari penulis pemula maupun yang berpengalaman diperlakukan sama. Bedanya, penulis yang sudah punya nama tentu sudah memiliki "fans" alias pasar pembaca. Banyak cerita penulis yang naskahnya belum layak muat, lalu dibalas dengan "surat cinta". Familiar kan, dengan istilah itu? :D. Tetapi sebetulnya ada yang menjadi catatan dalam fenomena ini. Mendapat surat penolakan dari penerbit atas naskah kita bisa berarti banyak hal, tak sekadar karena naskah kita nggak bagus.
Suasana gathering pegiat sosmed Mizan

Sebelum mengirim naskah, tentunya kita sudah tahu dulu kan, tiap penerbit punya karakter sendiri yang patut menjadi pertimbangan naskah kita cocoknya dikirim kemana? Kita skip saja soal itu. Yang patut dicatat adalah, tak jarang naskah yang ditolak itu sebetulnya isinya bagus, namun cara penyajiannya (pengemasannya) yang kurang oke. Di Mizan, kadang editor menyisipkan catatan pada naskah yang ditolak itu. Sayangnya, banyak pengirim naskah yang sudah down duluan mendapatkan "surat cinta" itu. Padahal, catatan dari editor itu sangat berguna sebagai masukan buat kita memperbaiki naskah yang belum layak terbit itu. Kalau naskah kita isinya sebetulnya bagus, setelah direvisi & dipermak, sangat mungkin untuk bisa diterbitkan. Ada satu-dua penulis yang tak pantang menyerah dengan penolakan naskah seperti ini, dan akhirnya bukunya berhasil terbit & disukai pasar. Sayangnya, kebanyakan sih yang pada "pundung" (apa yah, bahasa Indonesianya?) :D. Penerbit biasanya rajin survey tipe buku-buku yang diminati pembaca. Tak ada salahnya penulis juga melakukan survey seperti itu, agar tahu model penyajian naskah buku-buku bagus yang diminati pembaca.

Banyak banget yang disharing seputar buku disini. Di antaranya juga menyinggung soal pembelian copyright oleh penerbit untuk buku-buku luar negeri. Sering lihat kan, ada 1 buku luar yang versi terjemahannya diterbitkan oleh 2 penerbit lokal yang berbeda? Ternyata itu bisa jadi karena terjemahan penerbit A kurang laku, tetapi penerbit B menganggap buku itu berpotensi untuk laku dengan penerjemahan yang lebih baik, misalnya. Menerbitkan buku terjemahan memang punya tantangannya tersendiri, khususnya karena alih-bahasanya sangat berperan dalam menentukan apakah konten buku dari bahasa aslinya bisa tersampaikan dengan baik kepada pembaca kita. Penulis/penerbit luar biasanya sangat detail ingin tahu bagaimana upaya penerbit dalam memastikan pesan dalam bukunya bisa tersampaikan dengan bahasa berbeda sebelum menyetujui pembelian hak penerjemahan. Menyinggung Frankfurt Book Fair 2015 nanti dimana Indonesia mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah, event international book fair macam itu biasanya menjadi ajang kerja sama dengan penerbit luar.

Tur Buku
Ah, kalau ngobrolin buku memang seru, nggak ada habisnya. Daripada tambah panjang, kita beralih pada sesi kedua acara gathering pegiat sosmed Mizan ini ya. Sesi keduanya adalah tur melihat-lihat proses pembuatan buku di bagian percetakan Mizan Grafika Sarana yang bertempat di sebelah kantor Mizan. Kami pun mengikuti Mbak MC yang jadi guide, singgah dari satu mesin ke mesin lainnya sembari dijelaskan mesin apa itu dan fungsinya. Sebenarnya ini menarik sekali, namun jadi agak kerepotan antara ingin jeprat-jepret mengambil gambar, sambil ngintil Mbak MC yang berpindah-pindah dan ingin mendengarkan penjelasannya juga. Suaranya sayup-sayup, agak teredam suara-suara mesin... Begitulah, kami pun berkeliling melihat-lihat.

Dimulai dengan penampakan berbagai jenis kertas, dari yang baru hingga yang sudah melalui proses daur ulang. Kertas tersebut warnanya berbeda-beda, yang putih bersih itu baru, sedangkan yang sudah didaur-ulang warnanya kekuningan. Kertas yang dipakai bisa didaur-ulang hingga 3x, yang terakhir menjadi kertas koran. Kebayang kalau tak ada proses daur ulang sama sekali. Bakal boros pohon pastinya :(. Dekat dengan tumpukan kertas tersebut kami menyaksikan proses pemotongan kertas dengan mesin pemotong kertas yang kapasitasnya hingga 4000 lembar sekali potong. Kertas sisa-sisa pemotongan itu juga dikumpulkan dan nantinya didaur ulang. Sayangnya mendaur-ulangnya ke vendor perusahaan di Singapura. Di Indonesia belum ada, tah?

Dari situ kita beralih dari mesin ke mesin, sembari melihat bapak-bapak atau aa-aa (akang-akang lebih enak dieja :D) yang sibuk dengan mesin-mesin dan pekerjaannya masing-masing. Kami diajak melihat proses printing naskah, ditunjukkan plat yang memuat hingga 16 halaman, pengecekan ketebalan tinta pada plat,  proses penyetakan cover buku, mengamati mesin pelipat kertas bekerja, mesin pemotong cover beraksi, hingga ke bagian packaging. Kami melihat bertumpuk naskah bergambar (calon buku KKPK sepertinya), tumpukan cover buku nunggu diproses lebih lanjut, serta tumpukan buku-buku yang sudah terkemas rapi.

Etapi, itu belum semua. Di ruangan terpisah yang berseberangan, kami juga melihat-lihat pemrosesan cover buku, penimbulan huruf di cover buku (emboss) dan laminasi cover buku. Aku melihat cover buku House of Hades-nya Rick Riordan dan Senyum Dahlan-nya Kang Tasaro GK sedang "dikerjai" disini.

Aku harus berterima kasih kepada Penerbit Mizan yang sudah mengadakan acara seru banyak ilmu (dan doorprize) ini. Acara tak berkahir sampai disini. Justru acara inti perbincangan tentang sosmednya aja belum... Biarlah ilmu yang disharing oleh Kang Nukman di sesi ketiga acara gathering pegiat sosmed ini kuposting secara terpisah (baca disini). Biar tak kepanjangan ya. Sebelum beranjak ke sesi ketiga, ada jeda shalat ashar dan games gak penting tapi berhadiah penting yang heboh dari Mbak MC. Sayangnya aku belum beruntung, cuma bisa gregetan lihat hadiah doorprize yg menarik, termasuk ada 2 buku idaman yang aku pengen banget punya: Inferno-nya Dan Brown & Dunia Sophie-nya Jostein Gaarder yang gold edition. Meski begitu, semua yang hadir tetap kebagian suvenir goodie bag lucu & buku kok :).

*Btw, sempat dengar celetukan Mbak MC, bahwa sebetulnya ada rencana membawa kami melihat-lihat ke bagian distribusi juga. Sayangnya, waktunya tak cukup, plus hujan besar. Berarti ke kantor MMU dong? Tadi aku udah (ke lobinya doang, hihi). Semoga lain kali yah, ngadain lagi acara ginian :D.

**Baca juga posting lanjutannya: Bincang Personal Branding via Sosmed

Komentar

  1. Pundung mungkin istilah lainnya mutung kali ya, Euis hihihi bahasa apa itu? Ruang ngumpulnya asik ya, cozy. Ada tempat lesehan. ga kayak kantor yang kesannya formil. Sayang, harusnya waktuny dari pagi biar puas sampai sore.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ha, mutung? Entahlah, kok tiba2 aku jadi lupa terjemahannya, hihi :D. Iya, nyaman ya... nggak formal jadi terkesan santai gitu. Iya, waktunyaa kurang banyak. Ngobrolin bukunya aja udh panjang...

      Hapus
  2. Yg dibahas lengkap bin padet y mak, dr mulai proses seleksi, penerbitan, pemasaran, smpek tur buku dibahas semua ya mak, syg yg lihat proses produksinya ndak jd, cb jd, kn bs dibagi di sini kan mak. Ya sutralah, ini jg udh dpet bnyak ilmu nih dr mak euis, ternyata begitu toh tahapannya. Tfs ya mak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, lebih asyik kalau pengalamannya dibagikan :). Lihat proses produksinya jadi kok, Mak, it tuh ada foto-fotonya. Yang gak jadi itu main ke kantor distribusinya :)

      Hapus
  3. seru ya mak. pembahasannya lengkapp banget. banyak ilmu yang didapat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru, Mak. Ini jg belum lengkap, kok, sepertinya ada yg kelewat yg dibahas juga. Tapi udah panjang segini jg... :D

      Hapus
  4. asyik banget... makasih sharingnya :)

    BalasHapus
  5. seru, dari dulu pengen banget ikut yang kaya gini. sayang kemaren lg di jakarta. suka ikut acara blogger bandung juga ga teh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga lain kali ada kesempatan lagi ya. Aku gabung komunitas blogger Bdg belum lama, Teh. Tapi aku udah beberapa kali datang ke acara yg ngundang blogger Bdg :)

      Hapus
  6. Hahaha. Ternyata Mang Angkotnya yang salah. Hmm, sebagai seorang blogger, kadang saya "mengiri" melihat acara-acara seperti itu tanpa bisa menghadirinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe... Taunya pokoknya Mizan kali yah :D.
      Apa karena faktor lokasi ya? Bikin acara kopdar lokal aja kalau gitu, Mas :)

      Hapus
    2. Kalau di Pulokulon aku nggak mau, gak punya ongkos :D

      Hapus
  7. asyik sekali ya perjalanannya... #lirik-lirik bukuku kayaknya ada juga penerbit Mizannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas. Tak sembarang perjalanan dapat sharing sebanyak ini :D

      Hapus
  8. Reviewnya lengkap banget ini, Mak. Keren. Kalo ngomongin buku dan seluk beluk penerbitannya emang ga ada habisnya yaaa! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mak... Seru sih. Segini tuh belum ngobrolin sosmednya, hehe... :)

      Hapus
  9. kalo soal buku selalu asyik ya teh...

    BalasHapus

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu kala mampir di sini

Popular Posts

Mozaik Bandung: Liburan yang Kacau & Jalan Panjang ke Pondok Hijau

Budidaya Maggot BSF, dari Solusi Darurat Sampah Hingga Industri Hijau Berkelanjutan

6 Tips Memilih Villa agar Liburan Aman dan Menyenangkan