Kisah Kasih Favoritku dalam Madre
Kisah kasih terfavorit dalam buku
yang kupilih, yakni Madre, bukanlah sebuah kisah berunsur cinta kasih yang
romantis bermanis-manis. Akan tetapi, dapat kupastikan bahwa kisah itu memang
berbuah manis, dan disampaikan lewat sajian roti yang manis, meski disertai
juga dengan yang rasanya asin dan sedikit masam, yang lahir dari sourdough klasik hasil racikan artisan.
Kalau kau baca buku Madre, kau akan tahu yang kumaksud dari kisah beraneka rasa
itu adalah cerpen/novelet(?) berjudul Madre itu sendiri. Sudah baca? Dalam buku
yang berupa kumpulan fiksi dan prosa pendek itu ada juga judul-judul lain
selain Madre. Bagiku, yang paling favorit kisah berjudul Madre itu sendiri.
Kisah kasih yang ditawarkan Madre
berunsur cinta kasih yang universal. Kisah kasihnya bukan sekadar benih asmara
yang tumbuh antara Tansen dan Mei. Justru kisah itu hanyalah seiris saja dari
sepiring kisah cinta kasih utuh yang dilahirkan adonan biang bernama Madre.
Seiris yang lain menjelma kisah cinta yang tumbuh di diri Tansen kepada toko
roti tua yang sempat mati suri, seiris yang lain kepada sejarah keluarga, kesadaran
dan penghormatan akan hubungan dengan leluhurnya yang hidup di masa lalu.
Irisan yang lain, rasa sayang untuk Pak Hadi, Bu Cory, Bu Dedeh, Pak Joko, dan
Bu Sum. Dan seiris lagi untuk cintanya kepada seonggok adonan yang diwariskan
kepadanya: Madre.
Dalam sudut yang filosofis, Madre
adalah cinta ibu yang melahirkan generasi (roti), memberi makan sekaligus
diberi makan oleh mereka yang merawat (pegawai Tan de Bakker), pemersatu yang
berbeda-beda, pengutuh puzzle kehidupan Tansen, sekaligus rumah yang
memanggilnya pulang. Madre adalah kisah cinta kekeluargaan (yang tak cuma yang
sedarah).
Dan karena Madre itu ibu, aku
juga memfavoritkan Rimba Amniotik, ketika seorang ibu berdialog cinta dengan
janinnya.
Seperti juga Madre dan hubungan cinta mana pun, kasih sayang yang
tersimbol oleh rahim itu juga tentang timbal-balik. Saling mengisi. Saling
mengutuhkan. Kisah kasih yang manis, bukan?
Ahh..belum baca...tapi seingat saya, saya emang belum pernah baca karya-karyanya Dee deh.. sepertinya tebal ya? berapa halaman?
BalasHapusKalau belum pernah, Madre boleh jadi starter, Mak. Nggak tebal kok, cuma 162 halaman. Dan karena ini kumpulan cerita, bacanya bisa dicemil :)
HapusMemang lebih menarik membaca yang membahas tentang cinta universal, Mak. Setuju :)
BalasHapusEhm, iya, Mak. Dengan sendirinya, cintanya jadi banyak dimensi ya. Dan lebih mendalam dari sekadar asmara antara 2 insan :D
Hapusaku belum pernah baca mbak, sepertinya seru ya ceritanya...
BalasHapusSeru, Mbak. Gaya tuturnya renyah juga :)
Hapussuka cerpen2nya dee...tema dan diksinya bagus
BalasHapusSuka juga ya... Aku juga lumayan jatuh cinta sama gaya tutur Dee & pemilihan diksi-diksinya. Kalau tema, aku suka yang filosofisnya :D
Hapusmeskipun bukunya tipis, tapi penguasaan tentang ilmu baking jempolan banget
BalasHapusdan aku lebih suka cover yang ini ketimbang cover film :D
Iya, nih, menarik banget kalau suatu cerpen/novel bisa sekalian menggali wawasan lain disamping cerita. Apalagi jika ternyata banyak nilai filosofisnya juga. Pengin bisan nulis yg kayak gitu :D. Aku juga lebih suka cover ini :)
HapusYah, aku belum baca bukunya :(
BalasHapussemoga lekas bisa baca
BalasHapusIni bukunya Dee Dewi Lestari ya mak? Aku kebanyakan baca buku yang ringan-ringan n lucu sih, tapi jadi penasaran pengen baca ini jugak
BalasHapusBuku ini jg gak berat kok, Mak... Dialog-dialognya juga renyah & ada kocaknya juga :)
Hapusblum baca bukunya dee yg ini...
BalasHapusAku rekomendasikan buat Teh Lia, deh. Cerpen2 lainnya jg ada tentang romance :)
Hapus