Tips Menulis Memoar yang Menginspirasi

CREATIVE WRITING: MENULIS MEMOAR YANG INSPIRATIF (Windy Ariestanty dan Sundea)

Sabtu, 6 Desember 2014 pukul 13.00 – 15.00 WIB, Ruang Auditorium Museum Nasional (Museum Gajah) Jakarta.

"Punya pengalaman menarik dan inspiratif tentang perjalanan hidupmu? Atau sekadar catatan harian sederhana yang mengisi agendamu?  Saatnya menyulap catatan harian sederhanamu menjadi lebih inspiratif bersama Windy Ariestanty dan Sundea. Windy Ariestanty adalah seorang penulis, editor, dan traveler yang pernah mengerjakan Memoar Ibu Robin Lim, seorang aktivis kemanusiaan yang menyediakan pengobatan gratis bagi warga Bali. Bersama dengan Sundea (penulis buku Dunia Din, Sunrise Serenade, dan Salamatahari), mereka akan berbagi tips bagaimana proses menuliskan sebuah memoar yang tak hanya sekadar catatan kehidupan, tapi yang juga menggugah rasa terdalam kita. Mulai dari pengumpulan data dan perangkat apa saja yang biasanya dibutuhkan dalam menuliskan memoar sampai dengan tersajinya bentuk utuh sebuah memoar yang inspiratif."
-Festival Pembaca Indonesia 2014


Begitulah kemudian aku datang ke workshop yang ditawarkan Goodreads Indonesia secara gratis tersebut. Seperti yang dijanjikan, disana Mbak Windy & Sundea berbagi tips & proses kreatif penulisan karya mereka masing-masing. Ilmu akan lebih bermanfaat jika dibagikan. Jadi, ini aku share sedikit catatan yang sempat kutulis di notes kecilku.
Melampaui Mimpi
(Melampaui Mimpi, salah satu buku memoar karya Sundea)
Memoar, Biografi, & Autobiografi
Sebagian orang mungkin masih bingung, apa bedanya memoar dengan biografi & autobiografi? Kita tahu bahwa biografi adalah kisah perjalanan hidup seseorang yang ditulis runut dari awal hingga akhir. Biografi ditulis oleh orang lain, sementara autobiografi adalah biografi yang ditulis oleh diri sendiri. Memoar lain lagi. Memoar merupakan penggalan kisah hidup seseorang yang layak diceritakan. Bisa dibiliang, memoar termasuk ke dalam jenis tulisan naratif non-fiksi. 1 orang hanya bisa memiliki 1 biografi. Namun, 1 orang bisa menulis banyak memoar.

Memoar: Let's the story begins...
Apa yang menarik dari menulis memoar? Menulis memoar itu merangkai cerita hidup yang berserak di sekitar kita, cerita yang benar-benar dialami seseorang, entah itu cerita kita sendiri atau pun cerita orang lain. Cerita itu layak diceritakan karena menawarkan "sesuatu" bagi pembacanya. Kutipan berikut merangkum betapa kayanya kita akan cerita:
"Everyone has story to tell."
Sebab setiap orang punya ceritanya sendiri. Bahkan bisa dibilang, "manusia adalah cerita". Karena manusia hidup dalam episode-episode kehidupan. Jika kita pikirkan, sesungguhnya cerita hidup manusia itu hanyalah kisah-kisah yang terus berulang. Hanya saja kisah-kisah itu bisa dituturkan dengan cara yang berbeda & amat beragam.

Jika tertarik ingin mulai menulis memoar, pertanyaannya sederhana saja. "Apa ceritamu?"
Modal besar untuk dapat menulis memoar yang baik adalah melihat dengan cara yang berbeda. Banyak cerita berseliweran di sekitar kita, kita melihat atau mengalaminya sehari-hari. Namun jika kita tidak bisa memandangnya dengan cara yang berbeda, barangkali kita hanya akan menganggapnya biasa-biasa saja, lalu cerita itu lewat begitu saja. Kalau hanya menunggu hal luar biasa terjadi, maka bisa-bisa kita tidak akan menulis apa-apa. Justru tantangannya adalah menuliskan hal-hal sederhana dengan cara luar biasa.

"The best memoir is about something, and that 'something' is not 'me'." -Robin Lim
Meski memoar itu mengangkat kisah seseorang, namun pada hakikatnya memoar itu bukan tentang orangnya (subyek), melainkan tentang proses, nilai-nilai, yang sifatnya universal. Jadi kalaupun kita menulis kisah kita sendiri, memoar yang bagus bukanlah soal cerita tentang kitanya, melainkan tentang nilai-nilai universal yang bisa digali dibalik kisah itu.

Elemen Penulisan Kreatif
Secara teknis, elemen penulisan memoar itu kurang-lebih sama seperti menulis novel, karena sifat tulisannya naratif. Beberapa elemen penting yang harus diperhatikan antara lain:
- Karakter (mereka yang menggerakkan jalan cerita)
- Dialog (bukan sekadar bercakap, melainkan harus dipilih dialog yang menyampaikan hal penting. Dialog ini penting fungsinya untuk menggerakkan cerita, memperkuat karakter, dan menjelaskan konflik cerita).
- Narator (sang pencerita/point of view)
- Deskripsi (showing, not telling
Dalam menuliskan deskripsi, sedapat mungkin hindari kata sifat (yang membuat penulis malas, katanya :D). Untuk mengungkapkan perasaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata, deskripsi bisa ditulis memakai metafor. Hindari juga deskripsi yang berlebihan agar tidak lantas menjadi bertele-tele. Deskripsi itu memperlambat cerita, sementara dialog mempercepat cerita. Kita bisa mengontrol laju cerita dengan menempatkan deskripsi & dialog sesuai porsinya.
- Plot (mengatur jalan cerita. Seperti menulis fiksi, plotnya bisa bervariasi)
- Struktur (tentukan dulu dari mana mau memulai & dimana mengakhiri)
- Metafor (menghidupkan bahasa)

Ada lebih banyak cerita yang dibagikan oleh Mbak Windy & Sundea dalam workshop. Mereka berbagi cerita proses kreatif penulisan memoar karya mereka masing-masing. Saat membahas masing-masing poin penting elemen teknis penulisan, misalnya, sembari mencontohkan apa yang mereka lakukan saat menyusun karya mereka. Demikian pula saat menjawab banyak pertanyaan dari para peserta workshop. Selain tentang penulisannya sendiri, mereka juga banyak berbagi tentang proses pengumpulan data dan wawancara dengan narasumbernya. Di penghujung acara, Mas Agustinus Wibowo, penulis buku Titik Nol, Garis Batas, & Selimut Debu, yang turut hadir juga ditodong untuk sedikit berbagi pula tentang buku memoar perjalanannya yang lebih dari satu itu.
Ada salah satu pertanyaan dari peserta workshop yang menarik untuk dicermati. Apakah memoar itu harus tentang pencapaian-pencapaian besar? Barangkali mengingat buku-buku memoar yang mereka tulis kebetulan tentang cerita orang-orang yang mengalami pencapaian besar. Jawabannya, memoar tidak harus tentang pencapaian-pencapaian besar, melainkan bagaimana kisah-kisah tersebut menjadi cerminan bagi pembaca. Memoar bisa saja tentang kejadian sehari-hari, tentang Abang Parkir yang kita temui, tentang obrolan dengan Mbok penjual jamu, misalnya. Orang-orang yang kita angkat ceritanya bisa saja seseorang yang tidak terkenal. Sebagai contoh, Mbak Sundea kerap menulis cerita semacam itu di salamatahari.com.

Dan apakah memoar itu harus inspiratif? Kalau ini, harus. Mbak Windy & Sundea sepakat bahwa saat memutuskan menulis memoar, sudah otomatis harus inspiratif. Ingat kan, esensi dari penulisan memoar itu sendiri adalah tentang nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Saat ditanya mengapa memilih menulis memoar, keduanya menjawab bahwa mereka sejak lama memang sudah jatuh cinta pada jenis tulisan yang menonjolkan nilai humanis, macam artikel feature dan esai personal yang biasa ditemui di koran-koran.

5 Tips Menulis Memoar dari Mbak Windy:
1. Tulislah memoar, bukan autobiografi.
2. Buatlah  diagram hidup.
3. Jangan memulai cerita dari awal.
4. Gunakan semua panca indera.
5. Latihlah 'otot' menulismu. Misalnya dengan rajin berlatih menulis esai-esai personal < 750 kata.

Dan ini dia yang terpenting:
Kamu ingin menulis 
(hilangkan kata 'ingin').


Komentar

  1. menangkap hal biasa dan menceriakan dengan cara tak biasa. Kuncinya berlatih..berlatih dan terus berlatih ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mak Ika. Tampaknya memang tak ada resep yg lebih manjur dibanding berlatih terus :)

      Hapus
  2. thanks sharingnya. sangat berguna untuk aku yg lg proses menulis memoar. ^^

    BalasHapus
  3. mampir dong ka ke blog saya
    saturnasgard.blogspot.com

    BalasHapus
  4. Kereeeennn...
    Terima kasih Ilmunya.

    BalasHapus
  5. Terimakasih ilmunya , jika menulis kisah sendiri menggunakan kata saya ataukah menggunakan nama tokoh (misalnya Dina menangis ...)

    BalasHapus

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu kala mampir di sini

Popular Posts

Mozaik Bandung: Liburan yang Kacau & Jalan Panjang ke Pondok Hijau

Mencapai Impian dalam Mengelola Keuangan Secara Efektif dan Efisien

Puisi Sapardi, Acep Zamzam, & Bulu Kuduk [Wishful Wednesday #2]