2 Puisi dari Masa Lalu
Beberapa waktu lalu aku bernostalgia lewat timeline Fb. Gara-gara mencari-cari foto lama, aku jadi ketemu status-status, catatan-catatan, foto-foto, acara-acara, macam-macam dari tahun-tahun yang sudah berlalu. Karena aku punya akun fb sejak masa kuliah, aku bisa lihat postingan-postingan fb-ku dahulu itu sebagian besar berpusar pada 2 sifat: saintis & puitis :D. Aku jadi kangen puisi. Lama rasanya tak menulis puisi lagi. Masih mau nostalgia, aku pajang 2 puisi lama dari tahun 2008 & 2009. Rasanya kedua puisi ini luput kuunggah di blog ini, sebab dahulu postingnya di blog multiply yg kini raib itu. Yang 1 tentang waktu, yang lain tentang hujan (lagi-lagi!). Puisi yang kedua, disebutkan tempat di mana aku menulisnya. Aku masih ingat betul, itu di kampus kala hujan turun dengan derasnya. Memandang taman di depan, bengong sendiri, lalu jadi puisi :D. Itu sih puisi era jadulku, hehe... Untuk mengenang saja...
--------------------------------
![]() |
credit: Tomas Adomaitis |
Dunia yang renta.
Apakah kita
batu-batu
yang dipahat waktu?
Sebab waktu adalah perupa
yang tak henti membentuk kita
Dan diamkah kita
atau belajar jadi serupa
menoreh jejak-jejak makna
di tubuh masa
Waktu Sang Perupa.
Titik-titik sejarah,
Kitakah?
*15 Desember 2009
----------------------------------
Teater Hujan & Sketsa Taman
Ada tanya yang mengetuk dinding batumu
di suatu senja yang kehilangan merahnya
Kala langit lebam hingga tertutup
rona pipinya
Seperti juga kau yang batu,
mukamu suram tanpa cahaya
Kau duduk di beranda,
dan gerimis turun satu-dua
Kenapa gerimis, katamu serupa tangis
duka tak terkata. Seperti luka mengiris
hati batumu yang skeptis. Tapi imaji melankolis
itu cepat tertepis karena mendadak sesuatu yang liris
menyeruakmu. Gerimis habis
tertelan hujan yang rintiknya begitu melodis
![]() |
credit: AD |
Mengejutkanmu dan lagi-lagi munculkan tanya
Mengapa hujan, katamu serupa kuyup dalam lara
Tapi rumput, daun dan bunga memesona
hingga kau tenggelam menyelam
sketsa.
Taman semakin tunjukkan aura dinamis. Seperti
mengejek dirimu yang statis. Tapi kau begitu sibuk
menonton gerakan cacing-cacing di tepi. Lalu
kodok melompat-lompat seperti bocah yang riang
bermain dalam hujan.
Serta-merta ada senyum di bibirmu. Tak lagi seperti
muka langit yang masih redup.
Kau ingin menari. Karena di ruangmu
ada yang menyentakmu. Memaksamu beranjak.
Terseret daya magis. Harmoni hujan dan sketsa taman.
Rintik yang ritmik. Latar yang artistik. Koreografi yang menarik.
Hati batumu kini terusik.
Hujan reda. Kau selesai menonton drama.
Ada jejak tertinggal dalam sketsa.
Teka-teki hujan
Menyimpan misteri Tuhan
Seperti tanyamu kemudian, mengapa Tuhan
Begitu puitis?
Perlahan senyum langit merekah.
Senja kembali merah.
*Selasar Labtek V, 29 November 2008
Ketika hujan turun...
BalasHapusjemari lentik itu masih menari-nari..
di atas kepingan hitam putih...
memainkan nada minor...
mengiringi kepergian sang surya...
Asyik, puisi berbalas. Terima kasih Mas eruvierda, berasa lagi bermusikal nih :)
HapusEh, ini baru pertama kalinya saya baca puisi mbak Euisry. ternyata jago bikin puisi yah, keren, puitis sekali ;)
BalasHapusBegitu? Hehe... Jago apanya? Ini sih masih harus banyak belajar. Padahal dahulu blogku isinya puisi melulu :D
HapusBagus juga tuh -_,-
BalasHapusJangan lupa kunbalnya ya :)
Farhan Blog : http://anggarafd.blogspot.com
Farhan Tips : http://anggarafd.wordpress.com
Hm, oke... Terima kasih :)
HapusSama seperti Mas Richoku. Saya juga baru baca puisi yang ditulis oleh Mbak Euisry. Kalau ada yg tentang percintaan, pasti romantis banget. hehe
BalasHapusTampaknya memang sudah lama aku gak nulis puisi. Eh? Heheh... Romantis? Kayaknya nggak deh, wkwkwk... :D
HapusDicoba saja, Mbak. Siapa tahu ada yg terpikat. *eh
HapusHihi, bahaya dong... Ntar fansnya makin banyak :D
HapusKita beda ya, Mba. Kalau saya kebanyakan curhatan galau. Hahaha
BalasHapusSaya gak bisa berpuisi. . . :)
Heheee... Sepertinya saya masih sok misterius pula di fb, jd gak byk curhat :D.
HapusMungkin puisinya menjelma bentuk lain, Mbak :)
Wuah puisinya bagus mba
BalasHapusAku gak bisa puisi. hiks
Terima kasih, Mbak Rizka. Belum bagus kok... :D
HapusBisa tentunya, Mbak, kalau dicoba tuliskan :)
mantap puisinya. Salam kenal :)
BalasHapusTerima kasih. Salam kembali :)
HapusPuisinya bagus bagus. Boleh dong sekali-sekali kasih tips dalam menulis puisi? Hehe :)
BalasHapusTerima kasih. Hehe... Nggak punya tips khusus, bukan ahlinya juga :D
Hapus*glek* keren!
BalasHapusHa? *malu euy :D
Hapusbagus mba puisinya , lanjutkan ....
BalasHapuslanjut... heuheu... *lama lagi belum berpuisi :D
Hapusbagus mbak puisinya tentang masa lalu. salam kenal :D
BalasHapussangat bertalenta sekali mba, very nice !
BalasHapusjangan lupa kunjungi website saya di link ini