Puisi Sapardi, Acep Zamzam, & Bulu Kuduk [Wishful Wednesday #2]
Saya mendeklarasikan diri sebagai pecinta puisi. Namun, jika itu harus dibuktikan dengan koleksi buku-buku puisi, ternyata koleksi buku saya tidak membuktikan ini. Tahu sendiri, buku-buku puisi di ranah penerbitan Indonesia pasarnya masih bisa dihitung jari. Mungkin karena itu genre buku yang satu ini kalah semarak oleh genre novel fiksi. Akibatnya, banyak para penyair yang memilih jalur penerbitan buku indie untuk mempublikasikan koleksi puisinya. Tak heran jika mencari buku-buku puisi karya para sastrawan kita yang terkenal sekalipun tidak semudah melirikkan mata di toko-toko buku.
Jadi, ini hari rabu. Ketemu lagi sama Wishful Wednesday, yang bagi saya, baru minggu ke-2. Kali ini saya ingin bercerita tentang buku puisi yang saat ini paling saya idamkan. Jika itu puisi, dan saya sebut nama Sapardi, ah siapa yang tak kenal puisi Hujan Bulan Juni dengan Aku Ingin-nya yang terkenal itu? Sepertinya banyak orang bahkan hafal di luar kepala penggalan puisinya yang bicara cinta sesederhana kompleksitasnya sendiri. Pak Sapardi Djoko Damono memang terkenal ahlinya dalam berpuisi. Di tangan profesor sastra ini kata-kata menjelma mantra yang magis, mampu memesona siapa yang membacanya.
Jadi, ini hari rabu. Ketemu lagi sama Wishful Wednesday, yang bagi saya, baru minggu ke-2. Kali ini saya ingin bercerita tentang buku puisi yang saat ini paling saya idamkan. Jika itu puisi, dan saya sebut nama Sapardi, ah siapa yang tak kenal puisi Hujan Bulan Juni dengan Aku Ingin-nya yang terkenal itu? Sepertinya banyak orang bahkan hafal di luar kepala penggalan puisinya yang bicara cinta sesederhana kompleksitasnya sendiri. Pak Sapardi Djoko Damono memang terkenal ahlinya dalam berpuisi. Di tangan profesor sastra ini kata-kata menjelma mantra yang magis, mampu memesona siapa yang membacanya.
Lebay? Ah, ini harus dibuktikan sendiri. Beliau terkenal dengan gaya narasinya yang sederhana nan bersahaja, namun ada ruh dibalik kata-katanya menghidupkan sesuatu di alam pikiran pembaca. Oh, sepertinya saya terlalu banyak memuja ya... Padahal baca keseluruhan karya & bukunya saja belum. Hihi... Setidaknya, begitu kata banyak orang yang sudah membaca karyanya. Kalau saya, hanya pernah baca satu-dua-tiga... beberapa karyanya saja secara terpisah. Dan langsung saja jadi ngefans sama tulisan & gaya bertuturnya :D. Sebenarnya Pak Sapardi tak hanya menulis puisi, ada juga karya-karyanya yang berupa esai & cerpen. Tentu saya penasaran semuanya. Tapi jika harus menyebutkan yang mana yang paling saya idamkan, ya tak lain bukunya "Hujan Bulan Juni".


Saya pernah baca artikel bahwa di Mesir, anak SD kumal saja bisa beli buku karya peraih nobel sastra, Naguib Mahfouz. Ada sistem penerbitan versi murah selain juga versi normal (mahal). Misalnya dengan menggunakan kualitas kertas murah atau jelek sekalian, serta berbagai trik optimasi ongkos produksi gimana caranya buku bisa menjangkau berbagai lapisan masyarakat tanpa kehilangan untung bisnis. Oh iya, saya ingat pernah posting tentang itu. Bisa baca disini: Tentang Gunung, Buku, & Imajinasi.
Ah iya, biar mantap aku kutipkan 2 puisi masing-masing dari buku Hujan Bulan Juni-nya Pak Sapardi & Jalan Menuju Rumahmu-nya Pak Acep Zamzam Noor ya...
AKU INGIN
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
1989
HUJAN BULAN JUNI
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
1989
***
Kasidah Hujan
Dan gerimis pun khusyuk
Bertasbih pada sunyi. Mengguyur rumput-rumput
Yang menari. Pohon-pohon sembahyang seiring semilir angin
Bersujud bersama padi-padi yang merunduk
Merenungi bumi. Langit terbelah oleh salak anjing
Yang bertakbir pada dingin. Lalu hujan tumpah
Mengalir dalam gemuruh
Dzikir. Siapakah yang berkhalwat sepanjang malam
Mendaki bukit-bukit kekekalan? Kilat menyambar-nyambar
Suara cengkerik mengusik tahajud batu karang
1984
Jalan Menuju Rumahmu
Jalan menuju rumahmu kian memanjang
Udara berkabut dan dingin subuh
Membungkus perbukitan. Aku menggelepar
Di tengah salak anjing dan ringkik kuda:
Engkau di mana? Angin mengupas lembar-lembar
Kulitku dan terbongkarlah kesepian dari tulang-tulang
Rusukku. Bulan semakin samar dan gemetar
Aku menyusuri pantai, menghitung lokan dan bicara
Pada batu karang. Jalan menuju rumahmu kian lengang
Udara semakin tiris dan langit menaburkan serbuk
Gerimis. Aku pun mengalun bersama gelombang
Meliuk mengikuti topan dan jumpalitan
Bagai ikan. Tapi matamu kian tak tergambarkan
Kulit-kulit kayu, daun-daun lontar, kertas-kertas tak lagi
Menuliskan igauanku. Semuanya beterbangan dan hangus
Seperti putaran waktu. Kini tak ada lagi sisa
Tak ada lagi yang tinggal pada pasir dan kelopakku
Kian runcing dan pucat. Kembali aku bergulingan
Bagai cacing. Bersujud lama sekali
Engkau siapa? Sebab telah kutatah nisan yang indah
Telah kutulis sajak-sajak paling sunyi
1986
Puisinya bagus-bagus ya Kak.
BalasHapusAku suka puisi, tapi nggak fanatiklah, lebih suka novel atau buku2 lain. Abisnya Kak, aku selalu ngantuk kalau baca puisi yang nggak jelas maksud sebenarnya itu. Hehe
Tapi, aku suka banget kalau lihat orang baca puisi.
Ehm, iyalah... Yang nulis memang para penyair itu sendiri. Saya juga selain suka puisi, suka juga buku-buku lain. Koleksi bukuku kebanyakan novel, hehe.
BalasHapusEh, tapi kok aneh, baca puisi bikin ngantuk? Saya baru dengar tuh :D. Biasanya yg bikin ngantuk kan justru buku-buku tebal ato berat, hehe :D
Puisi bukannya gak jelas Mbak, hanya seneng sembunyi dalam baju metafor berlapis-lapis. Banyak yang susah diintip ato diterawang ato ditelanjangi *haduh, apaan... kok jadi vulgar :D. Tapi sebenarnya lapis-lapis makna itu bisa pembaca tafsirkan sendiri kok... Itulah seni :)
salam silaturahmi ...
BalasHapussaya juga suka puisi, penikmat puisi. dan saya sukaa "Aku Ingin".
btw, baca puisi karya AZN Kasidah Hujan jadi ingat puisi sunda kang Eddy D Iskandar judulnya Kasidah Langit.
ini oot, mbak, Itu sertifikat #1Hari1Ayat punya saya gak ng-link spt punya mbak. Gimana caranya, ya? Karena gak bisa photoshop, punya saya dibikinkan oleh mbak primadita, jadi dalam bentuk gambar.
BalasHapusMau tanya bak primadita, malu, hehe ... masa ngerepotin lagi
Oh, OOT yah. Hehe... Saya juga upload dlm bentuk gambar kok Mbak. Kan itu diedit dulu, nambahin nama kita. Saya jg gak ahli fotoshop, gak ada softwarenya juga di laptop saya. Saya cuma pakai paint Mbak, itu aplikasi sederhana buat ngedit gambar yg disediain windows, pasti ada.
BalasHapusTerus, kalo upload gambar di blogspot buat side bar kan ada kolom buat ngisiin link, coba teliti lagi deh. Gampang kok :)
Oh iya, Mbak Ani maaf, saya belum baca komentar yg atasnya. Puisi Aku Ingin rasa-rasanya selalu banyak fansnya, bagaimana tidak? Sederhana namun romantisnya gak ketulungan, dan tentu dalam... tidak gombal:D.
BalasHapusKalau Kasidah Langit saya baru dengar. Oh iya, banyak puisi2 AZN yg judulnya pake kata kasidah. Misalnya Kasidah Sunyi. Itu juga ada di buku Jalan Menuju Rumahmu, katanya.
yang puisi aku ingin itu keren banget
BalasHapusHehe, always. Banyak banget yang favoritin puisi Aku Ingin :D.
BalasHapuskalau puisi aku lebih suka dengan wiji thukul,, gayanya revolusioner, cuma sayang hilang diculik sejak 1997 hingga sekarang tak berbekas
BalasHapusOh, Wiji Thukul ya. Memang gaya puisinya beda, beraroma pemberontakan ya. Masih jamannya orba ya gitu, penyair juga dibungkam... :(
BalasHapuswow penggemar puisi ternyata. saya juga pengen bisa membuat puisi yang bagus, namun belum bisa merangkai kata kiasan yang tepat, ajarin dong mak heheheh
BalasHapusOalah, Mak... Saya juga masih belajar... Gimana mungkin bisa ngajarin? Lagipula gimana mengajarkan puisi? Kata orang menulis puisi itu tak bisa diajarkan, yg ada mungkin dibincangkan, diapresiasi, dikritik kali ya. Berpuisi mah tulis aja Mak... Biar jelek, lama2 akan terlatih kalau sudah terbiasa & bacaan puisinya juga kaya :)
BalasHapusaku baru inget punya hujan bulan juni tapi belum dibaca, emang suka jiper sendiri kalau mau baca puisi hihihi...semoga terkabul yaaa
BalasHapusJiper itu apa, Mbak Astrid? Hehe... Amiin... Apa bukunya mau dihibahkan saja buat saya? Hihi... Ngarep :p
BalasHapusSaya juga suka puisi, Mbak. Tapi menghasilkan puisi yang betul-betul puisi rasanya berat banget. yang penting menikmatilah walaupun belum tahu apa maksud penyair.
BalasHapusOiya sekalian promo ya kalau buku kumpulan puisi warung blogger sudah siap dipesan. kali aja minat baca puisi teman2 :)
Maaf promcol. salam kenal :)
Asyiik... Banyak yang suka puisi ^_^. Betul2 puisi? Hehe... Emang ada puisi jadi-jadian? :D
BalasHapusGak apa-apa, hehe. Salam kenal kembali, belalang cerewet... *euh, maaf gak tahu namanya :D