Hutan Indonesia: Cerita Lahan Surgawi, Raksasa Gila, & Siklus yang Tak Putus
Hutan merupakan lahan surgawi
yang eksotis, tempat beragam rupa kekayaan rimba tersedia: sumber kayu, aneka
tanaman obat, biodiversitas, serta potret harmoni alam yang sejati. Hutan
memegang kunci-kunci penting bagi keseimbangan alami lingkungan, seperti siklus
hidrologi, kontrol penguapan air tanah, serta
keseimbangan atmosfer bumi. Hutan adalah bagian penting siklus pengaturan iklim
planet bumi. Dalam tanahnya, selain ada akar-akar pepohonan yang menyerap air
tanah & melepasnya ke atmosfer, juga menyimpan hampir 300 miliar ton karbon.
Karbon dari atmosfer direduksi selain melalui fotosintesis, juga disimpan dalam
jaringan pohon yang tumbuh aktif.
Hutan hujan Indonesia adalah yang
ketiga terluas di dunia setelah Brazil & Kongo. Sayangnya, laju deforestasi
di Indonesia sangat cepat. Antara tahun 2009-2011 saja peta Kementrian
Kehutanan mencatat kehilangan sekitar 620000 hektar hutan hujan (setara 70
hektar per jamnya). Deforestasi mencederai fungsi-fungsi hutan sebagai penjaga
keseimbangan alam. Siklus air terganggu, iklim menjadi kering, kandungan air dalam
tanah maupun kelembapan atmosfer berkurang. Kohesi tanahpun berkurang, mengakibatkan
erosi, banjir, dan longsor.
Deforestasi, selain menghilangkan
area hutan yang menyerap karbon, juga menyebabkan
pelepasan emisi CO2 berjumlah besar ke atmosfer. Pembakaran bahan
bakar fosil bukanlah satu-satunya penyebab pemanasan global. Kerusakan hutan
tropis menyumbang seperlima emisi gas rumah kaca di bumi, melebihi akumulasi
emisi dari pesawat, kereta, dan mobil seluruh dunia. Indonesia adalah negara terbesar
ketiga penghasil emisi rumah kaca setelah AS dan Cina. Tingginya emisi tersebut
disebabkan oleh pesatnya deforestasi, degradasi serta pembakaran lahan gambut,
tempat sebagian besar hutan tropis Indonesia tumbuh. Kandungan karbon dalam
tanah gambut lebih kaya dibanding jenis tanah lain. Sekitar 35 milyar ton
karbon yang terkandung dalam 80% lahan gambut Asia Tenggara tersimpan di
Indonesia.
![]() |
pembentukan kanal & pengeringan lahan gambut |
Penyebab deforestasi adalah isu
yang kompleks. Faktor industri disinyalir sebagai penyebab mayoritas
deforestasi. Deforestasi hutan tropis dipicu oleh tingginya permintaan global
akan produk kertas dan minyak kelapa sawit. Industri minyak kelapa sawit dilaporkan
sebagai penyebab tunggal terbesar deforestasi di Indonesia. Untuk pengembangan
perkebunan kelapa sawit atau pohon akasia, jaringan kanal dibangun guna menyingkirkan
kayu dan mengeringkan gambut agar
kondisi tanahnya sesuai. Perambahan hutan yang tersisa menyebabkan kekeringan
gambut dan pelepasan lebih banyak CO2. Kadang hutan sengaja dibakar untuk
mengurangi kadar keasaman lahan sebelum kelapa sawit ditanam... Pembakaran hutan menjadi cara cepat dan
efektif untuk pembukaan lahan.
![]() |
penyerapan CO2 oleh lahan gambut & dampak pengeringannya |
Semenanjung Kampar, Riau adalah
contoh nyata kondisi kritis hutan gambut tropis Indonesia (700000 hektar). Pada
2007, 300000 hektar lahan telah dirambah, dikeringkan, dan dibakar. Wilayah itu
merupakan habitat spesies yang dilindungi, termasuk harimau Sumatera yang
diperkirakan tinggal 400 ekor dan terus berkurang, termasuk dalam Daftar Merah
Spesies Terancam punah IUCN (International
Union for Conservation of Nature). Habitat alami yang terus dihancurkan
menggeser harimau Sumatra mencari makan di dekat pedesaan. Semenanjung Kampar
juga merupakan rumah bagi penduduk asli suku Akit, serta menghidupi masyarakat
nelayan, pemburu dan petani yang tinggal di sekitarnya. Deforestasi juga
mengganggu kelangsungan hidup mereka.
![]() |
Harimau Sumatera yang terancam punah |
Ulah perusahaan-perusahaan raksasa
yang gila dan tak bertanggung jawab mulai terkuak, mendapat banyak tekanan dan
kecaman dari berbagai komunitas lingkungan independen. Nama-nama para raksasa
itu mulai tercatat dalam daftar tersangka kasus-kasus kriminalitas hutan. Kita
bisa membaca laporan-laporan perkembangannya di situs Greenpeace misalnya.
Bencana global yang membayangi masa depan manusia mendorong para aktivis
lingkungan bergerak konfrontatif terhadap para tersangka ini. Greenpeace misalnya,
menantang para raksasa terkenal itu untuk mengimplementasikan kebijakan nol
deforestasi. Selama ini pemain-pemain industri umumnya berlindung dibalik skema
sertifikasi standar RSPO (Roundtable on
Sustainable Palm Oil), yang gagal mencegah kerusakan hutan & konversi
lahan gambut. Dalam hal ini, pemerintah yang berwenang sudah semestinya melek,
menerapkan hukum dan perizinan yang jelas dan tegas. Tak patut hanya jadi
raksasa ngantuk, apalagi ketularan gila.
![]() |
perkebunan kelapa sawit hasil konversi lahan gambut |
Bagaimana dengan kita? Disadari
atau tidak, setiap hari kita bersentuhan dengan produk-produk deforestasi. Misalnya
kertas, sabun, minyak goreng, pasta gigi, cokelat, dan lain-lain. Dalam siklus
permasalahan ini manusia individual sebagai konsumen menempati celah-celah
rantai yang tak terputus. Pada taraf kolektif, konsumen-konsumen ini tergabung
menjadi demanding market bagi produksi
masif oleh produsen. Jadi, kita terlibat. Karena itu peran kita juga sangat
besar untuk terlibat sebaliknya: melindungi hutan & bahaya kepunahan harimau
Sumatera. Bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti mulai berhemat dan tak
berlebihan mengkonsumsi, turut menjadi konsumen cerdas yang selektif memilih
produk bebas deforestasi, serta berpartisipasi mengkampanyekan Protect Paradise
agar semakin banyak orang tahu dan ambil bagian. Sebagai manusia berakal,
sepatutnya kita peduli melindungi hutan, menghentikan (dan berhenti menjadi)
raksasa-raksasa rakus yang hilang kewarasan.
Referensi:
Sumber Gambar
Tulisan yg menarik, Mbak. Tempat tinggal saya jauh dari hutan, jadi kurang tahu seluk beluk kekayaan Indonesia yg satu ini. Semoga kelestariannya tetap terjaga.
BalasHapusAmiin... Banyak dari kita merasa berjarak dengan hutan (secara fisik), padahal produk sehari-hari yang kita pakai sangat berhubungan dengan hutan :)
BalasHapusSelamatkan hutam kami! Hutan indonesia!
BalasHapussalah satu penyebab bencana alam di negeri ini adalah rusaknya sebagian besar hutan.
BalasHapusterus sekarang kita mau apa?
@Fandhy: Kita upayakan bersama ya... :)
BalasHapus@Nuzulul: itu pertanyaan untuk masing2 kita. Terus mau apa? Mau dibiarin aja atau mau mulai kembali mencintai alam lagi, meski mungkin dimulai dari hal-hal kecil...?
Kelestarian hutan sangat tergantung dengan kepedulian kita, yang merasa manusia
BalasHapushutan tidak pernah dirusak oleh binatang, jin ataupun setan, yang merusak hutan sejak dulu adalah makhluk yang namanya "manusia"
ayo nyadar manusia
Secara, manusia itu khalifah di bumi. Yang dikasih kuasa mengelola ya.
BalasHapus*Telah nampak kerusakan di darat & di laut disebabkan oleh manusia...
hai mbak, miris yah sama kondisi hutan saat ini, luasnya sudah banyak berkurang, sudah banyak pula di alih fungsikan, yang menderita tidak hanya satwa dan flora yang ada di hutan, tetapi masyarakat bahkan kita. bagai buah si malakama, pemerintah menjagokan kelapa sawit sebagai produk unggulan makanya hutan banyak berubah jadi perkebunan, tapi tidak semua juga salah perusahaan karena nyatanya mereka diizinkan dan turut menyumbang devisa bagi negara
BalasHapusHalo Mbak Evrina... Intinya sih semua termasuk kita juga terlibat bersalah. Hanya ya perusahaan2 raksasa itu berikut pemegang perizinan sudah jelas kelewatan. Mereka yang punya kewenangan menghancurkan segitu luas & cepat area hutan seperti menutup mata saja. Padahal kalaupun mau terus mengembangkan perkebunan kelapa sawit tentu ada cara yang lebih etis & adil utk alam. Insya Allah solusi selalu ada jika kita mau berpikir & kreatif. Contohnya apa yang dilakukan masyarakat Dosan seperti yang dilaporkan di salah satu link referensi di atas (solusi good oil). Masalahnya ancaman/mudharat melakukan deforestasi besar2an itu kan jauh lebih besar daripada untungnya, skalanya global lho. Sementara untung masih bisa dicari lewat cara2 lain, tak usah yg destruktif begitu.
BalasHapusSalam :)