Matematika Amal
“ Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak
diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka
sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-An’am: 160)
“Karena nila setitik, rusak susu
sebelanga”. Beberapa waktu lalu saya terheran kok dalam waktu berdekatan
berjumpa ungkapan ini dari celetukan teman-teman yang berbeda di sosmed. Mereka
kok kompakan gitu, sampai sehati banget. Saya tidak tahu-menahu penyebab mereka
berceletuk begitu, tentu masing-masing punya cerita sendiri di baliknya. Namun,
ungkapan itu sebuah peribahasa umum yang dipakai dalam bahasa Indonesia,
sehingga kita bisa mengira bahwa mereka mengalami suatu kejadian kurang
menyenangkan. Barangkali karena sedikit kesalahan maka kebaikan-kebaikan mereka
terdahulu dilupakan orang. Ketika ketemu QS. Al-An’am: 160 seperti dikutip di
atas, saya kok jadi kepikiran matematika ya... heheh...
Kita juga tentu sering mengalami kejadian-kejadian
kurang enak ketika bersinggungan dengan orang lain di sekitar kita. Kadang
lebih parah malah, air susu dibalas air tuba. Hal-hal seperti ini seringkali
bikin emosi atau kecewa. Kalau dipikir-pikir lagi, mau kita tenggelam dalam emosi,
nangis, ataupun benci juga hanya buang-buang tenaga. Kadang orang lainnya itu
juga tidak peduli. Saya sering merasakan nih, kalau sudah hilang kendali
rasanya capeekk dehhh... Dan ujung-ujungnya gitu-gitu aja, gak menghasilkan
solusi juga. Heuh... Daripada capek sendiri mending mikirin itung-itungan
matematika, yuukkk...
Apa hubungannya peribahasa
Indonesia sama matematika? Apa harus ada hubungannya? Kalo gak ada juga kan
bisa disambung-sambungin :D. Jadi mari umpamakan saja keburukan itu nilainya negatif
(minus), sedangkan kebaikan nilainya positif (plus). Katakanlah kita berbuat
buruk 2 kali, maka jumlah nilainya jadi (-1)+(-1)=-2. Kalau berbuat baiknya 2
kali tentulah 1+1=2. Kalau sekali berbuat buruk, lalu sekali berbuat baik maka
(-1)+1=0, impas. Ketika lebih banyak kebaikannya dibanding keburukannya, nilai
totalnya masih positif, meski jadi berkurang kuantitasnya. Misal 2+(-1)=1. Sebaliknya,
jika keburukan lebih banyak, angka positif kecil itu jadi kemakan sama angka
besar negatif, 1-2=-1. Oke, itu itungan dasar banget. So what gitu lho?
Jadi kenapa? Yak, saya cuma mau
nyambung-nyambungin, bahwa kalau ingin jadi orang yang plus-plus alias berjiwa
positif, kudu dibanyakin kebaikannya, nabung nilai-nilai positif
sebanyak-banyaknya. Terlepas dari godaan di sekitar yang mungkin menghamburkan
aura negatifnya kepada kita. Bayangkan jika stok angka positif kita nol, ketika
dibombardir oleh angka-angka negatif, maka senegatif itulah kita akan ketularan
jadinya. Bagaimana, nyambung kan? :D
Itu baru logika matematika anak
kecil. Sementara soal baik-buruk di mata Tuhan itungannya wallahu a’lam. Bisa
jadi yang terlihat baik ternyata menyimpan niat buruk, atau sebaliknya. Kita
gak pernah benar-benar tahu berapa stok angka positif & negatif kita (baca:
pahala & dosa). Satu yang pasti, Tuhan Yang Maha Adil menegaskan bahwa kita
takkan dirugikan sama sekali dengan beramal kebaikan. Amal baik dibalas sepuluh
kali lipatnya, sedangkan amal buruk dibalas setimpalnya saja. Jangan lupakan
amal-amal yang pahalanya dilipat gandakan. Katakanlah baca Al-Qur’an, 1 huruf
sama dengan 10 kebaikan, dst... dst... Betapa Maha Pemurahnya Dia...
Saya jadi merenung nih... ”Karena
nila setitik, rusak susu sebelanga” menyiratkan sesuatu tentang waktu:
awal-akhir. Kebaikan yang dulu-dulu terhapuskan oleh keburukan belakangan.
Kedengarannya seperti su’ul khotimah,
tragic ending. Tentu ini tak berarti membenarkan yang awal boleh ngasal.
Kan kita tak pernah tahu kapan akhir kita. Lagipula tanaman yang baik berawal
dari bibit yang baik. Dan cerita paling bermutu adalah yang keseluruhannya
bagus, ya opening-nya, ya alurnya, ya
ending-nya.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan jejakmu kala mampir di sini