Karunia Tak Terhingga




“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl: 78)

Dua hari lalu saya berkunjung ke rumah saudara yang tengah berbahagia. Itu adalah sebuah undangan untuk turut serta dalam syukuran 4 bulan usia kandungan. Congratulation Sis & Bro... Yang ditunggu tiba juga. Setelah masa penantian & ikhtiar yang lumayan panjang, akhirnya harapan untuk memperoleh buah hati dikabulkan oleh Allah. Ini adalah calon anak pertama, yang kehadirannya menjadi berkah yang membahagiakan hati banyak orang. Dalam rangka mensyukuri karunia ini, diadakanlah sebuah pengajian kecil di rumah tersebut. Dibimbing seorang ustaz, bersama-sama semua yang hadir membaca surat Ar-Rahman yang di dalamnya ada ayat yang disebut berulang-ulang: Fabiayyi Aalaa’i robbikumaa tukadzzibaan (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?).

Selepas membaca Ar-Rahman, ustaz memberikan beberapa nasihat untuk direnungkan semua yang hadir. Salah satunya, ada cerita tentang seorang wanita yang menemui Nabi Musa memintakan permohonan kepada Allah agar dikaruniai seorang anak. Nabi Musa mempunyai keistimewaan berbincang langsung dengan Allah. Allah memberitahu bahwa takdir wanita tersebut seumur hidup takkan punya anak. Jawaban ini membuat wanita itu pulang dengan sangat sedih sambil mengatakan Yaa Rahiim, Yaa Rahiim... sepanjang jalan. Harapan wanita itu untuk mempunyai anak begitu besarnya hingga ia mendatangi Nabi Musa dengan keadaan persis seperti tadi sampai 3 kali. Yang ketiga kalinya, Nabi Musa menegaskan agar ia berhenti mendatanginya karena jawaban Allah tetap sama. Akhirnya, lama berselang wanita itu tak pernah terlihat lagi. Suatu hari Nabi Musa bertemu wanita itu setelah sekian lama. Ia membawa seorang anak, dan itu adalah anak kandungnya. Nabi Musa heran, bukankah ibu ini ditakdirkan seumur hidup takkan beranak? Allah menjelaskan, semua ini karena kepasrahan & totalitas tawakkal sang ibu kepada Allah ketika ia pulang menangis sambil berkata Yaa Rahiim sepanjang jalan. Segala harapan yang membuncah itu ia serahkan seutuhnya kepada Yang Maha Bisa, Ar-Rahim, yang Maha Penyayang. Subhanallah, tak ada alasan untuk berputus harapan... Jika itu harapan pada-Nya.

Ada banyak lagi yang dibagi ustaz. Agar tak kepanjangan, biar saya share lain kali saja di tulisan berikutnya ^^. Menyimak kisah tadi saya jadi kepikiran bahwa segala kita, ruang-waktu, juga harapan adalah relatif, tempat kebolehjadian alias probabilitas memainkan peranan. Yang absolut hanyalah Allah saja... (jadi inget filsafat tauhid :D). Kata probabilitas senantiasa mengingatkanku pada fisika modern :p. Di fismod, probabilitas itu sama dengan kuadrat fungsi gelombang (halah!). Maka kebolehjadian itu nilainya tak pernah negatif, walaupun nilai fungsi gelombangnya bisa negatif. Nilainya masih bisa nol pada batas-batas tertentu, selebihnya bernilai positif... Eh, apa sih... kok ngelantur... hehe...

Kembali ke laptop! Oh iya, tulisan kali ini adalah postingan spesial #1Day1Ayat yang bertema syukur. Tak mungkin mengurai satu per satu nikmat yang diberikan Allah kepada kita yang tak berhingga. Namun demikian, semoga Allah melindungi kita dari amnesia atas nikmat-nikmat-Nya itu. Sadar bahwa kita dilahirkan dari perut ibu tak tahu apa-apa, tak bawa apa-apa. Kita diberi-Nya pendengaran, penglihatan, dan hati hingga kita bisa menyerap pengajaran & mengalami pembelajaran. Lalu kita jadi tahu, dengan ilmu kita mampu membekali diri dengan apa-apa yang telah disediakan-Nya di alam ini. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?
Sumber gambar: http://shabbyblogsblog.blogspot.com/

Komentar

Popular Posts

Mozaik Bandung: Liburan yang Kacau & Jalan Panjang ke Pondok Hijau

Mencapai Impian dalam Mengelola Keuangan Secara Efektif dan Efisien

Puisi Sapardi, Acep Zamzam, & Bulu Kuduk [Wishful Wednesday #2]