Negeri Van Oranje
My rating: 3 of 5 stars
Satu lagi karya populer terbitan Bentang Pustaka yang tampaknya cukup sukses di pasaran dan mengalami cetak ulang dalam tempo singkat. Kuperhatikan, kerja marketingnya memang bagus, dan seperti halnya karya-karya terdahulu yang booming (sebutlah contoh yang familiar: Laskar pelangi), kerja marketing yang “keren” dan kreatif telah membuktikan peran besarnya dalam mengantarkan sebuah buku menuju “best seller”. Dari segi konten, novel ber-cover oranye ini menyuguhkan sebuah kisah persahabatan yang disajikan dengan ringan, renyah, dan kocak. Yang menjadikannya agak unik ialah pengemasan isinya yang berupa perpaduan antara cerita novel dengan traveling tips. Lebih jelasnya, kisah yang diramu di Negeri Van Oranje adalah kisah persahabatan 5 orang mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Belanda. Karenanya, novel ini juga begitu banyak bercerita tentang Negeri Kincir Angin tersebut. Mulai dari tempat-tempat, bangunan, festival tahunan, budaya, hingga seluk-beluk menuntut ilmu di sana. Tak hanya itu, diantara jalinan ceritanya disana-sini diselipkan berbagai tips bertahan hidup di negeri asing tersebut, khususnya bagi pelajar Indonesia yang hendak menuntut ilmu disana. Jadi, tergantung dari sudut pandang mana melihatnya, buku ini bisa disebut novel ataupun traveling guide.
Tak masalah lebih suka memandangnya sebagai apa. Karena sebenarnya, menurut salah seorang penulisnya sendiri, buku yang ditulis keroyokan oleh 4 orang alumni Belanda ini memang dimaksudkan untuk memberikan informasi yang perlu diketahui oleh mereka yang ingin studi di luar negeri, khususnya Belanda, namun disajikan dengan gaya yang menyenangkan agar tak membosankan. Dan novel rupanya menjadi pilihan untuk menyampaikan itu. Justru disitulah menariknya. Jalan ceritapun sudah sewajarnya diramu sedemikian rupa agar sinkron dengan berbagai informasi yang ingin disampaikan, termasuk nyambung dengan tips-tips yang diselipkan. Maka tak heran jika isi cerita banyak didominasi dengan acara jalan-jalan dan mengunjungi tempat ini-itu . Membayangkan bagaimana proses kreatif penulisan novel ini, dengan ide dari 4 kepala yang berbeda... hmmm... seperti apa ya....
Bagiku pribadi, muatan ceritanya sendiri tak begitu ”wah” ataupun unik. Meski begitu, gaya bahasanya yang luwes mengalir dan kocak membuat novel ini enak dinikmati. Bahkan agak ekstrimnya, bagiku inti ceritanya (maaf) agak sedikit ’klise’. Aku baru mengatakan begitu setelah tuntas membacanya, karena tetap saja ada sisi unik yang membuat ceritanya menarik untuk tuntas dibaca. Jika melihat dari inti ceritanya saja, ini hanyalah sebuah cerita persahabatan 4 orang cowok dan 1 orang cewek yang kemudian karena cinta, membuat persahabatan mereka merenggang. Tapi tentu tak cuma itu, karena setelah jadi sebuah buku, menyimak petualangan 5 sahabat dengan karakter dan latar belakangnya yang berbeda ditambah bumbu kocak plus bonus berbagai informasi dan tips seputar Belanda tentunya rasanya menjadi lain. Apalagi dengan sentuhan karakter masing-masing tokoh yang unik: Daus anak Betawi yang kocak dan polos, Wicak anak Banten pecinta alam dan lingkungan yang cuek, Banjar yang rajin dan sifatnya agak keras, Lintang cewek yang periang dan lugu, serta Geri cowok ganteng tajir yang bijak dan agak misterius. Kelima orang ini dipertemukan dalam sebuah suasana badai di stasiun Amersfort hingga kemudian terjalin persahabatan yang mereka namai AAGABAN (Aliansi Amersfort Gara-gara Badai di Netherlands).
Ada hal lain dari buku ini yang juga patut diberi apresiasi. Dibalik kisahnya yang ringan dan kocak, terselip renungan moral tentang rasa nasionalisme yang tersirat dari masing-masing karakter tokohnya. Kita juga bisa menemukan kritik atas kondisi carut-marutnya birokrasi pemerintahan kita, moral para pejabat yang tak amanah, hingga ilegal logging di hutan-hutan kita. Kita bisa temukan jawaban pertanyaan ”apa yang telah kau lakukan untuk bangsa ini?” di diri para tokoh dengan bentuk pengabdian dan idealisme dirinya masing-masing.
View all my reviews >>
Makasih banyak ya udah di review NVO-nya. We appreciate your feedback! =) Aku senang baca reviewnya karena juga disinggung tentang usaha kita memasukkan nilai nasionalisme. Ternyata memasukkan elemen nasionalisme dalam novel remaja tanpa menggurui atau terdengar "maksa" memang sangat sulit! Senang sekali mengetahui bahwa akhirnya ada yang menyadari pesan moral terselubung kami hehehe.
BalasHapusThanks again and Happy New Years!
met warme groetjes,
Nisa Riyadi
Wah, dikomen sama salah seorang penulis bukunya, nih... ^^
BalasHapusSama2, saya juga makasih review yang tak terlalu bagus ini diapresiasi, hehe... Masih belajar... Maaf kalo sok ada kritik2nya, heuheu...
Saya juga senang ada novel remaja seperti ini... yang ada "udang dibalik batu"nya, hehe... Saya mengerti kok, cielahhh... Dan saya apresiasi usaha Mbak, dkk utk memasukkan pesan moral tersebut. Saya sih justru maunya kalo ngereview tuh bisa membedah habis2an pesan moralnya itu... tapi... (kenapa ya? Entahlah... belum mahir menulis kali... :D).
Salam kenal Mbak... ^^