Begin with 3 words, even with 1 word

Tadi siang aku baru nongol lagi setelah lama off ikut kegiatan mentoring FLP. Meskipun yang dateng cuma 3 orang, tapi seru juga strategi menulis yang dicoba kali ini.


Begin with 3 Words:


Pertama, pilih 3 kata. Apa aja. Kata benda.

So, aku pilih: Angin, Bintang, dan Buku.

Then, buat 1 paragraf berdasarkan 3 kata tersebut. Harus nyambung lho ya. Waktunya cuma 10 menit.

So, I write this:

Malam itu langit bersih dari riak-riak awan. Bintang-bintang leluasa berkedip terang-terangan tanpa penghalang. Biasanya suasana seperti ini selalu menjadi magnet bagi penghuni rumah terpencil itu untuk keluar sekadar memandangi langit. Kadang setelah bosan berdiri menengadah itu, orang itu biasa membaca buku di kursi kayu, atau mencatat sesuatu di buku kecilnya. Tetapi, tidak. Kali ini tak ada yang keluar dan berdiri di beranda. Barangkali hembusan angin yang cukup kencang menjadi alasan yang masuk akal untuk memadamkan daya magnetis tersebut. Rumah itu sunyi. Tampak lebih sunyi daripada kesendirian penghuninya sendiri.

------------

Begitulah hasil 10 menit itu. Wah, aku baru ngerasain... ternyata meski ide sedang melompong, tapi jika distimulus dari 3 kata bebas itu saja bisa lahir juga ya 1 paragraf, terlepas dari aneh atau tidaknya hasilnya. Maklum, kan cuma hasil renungan 10 menit. Bahkan ditengah-tengah merangkai kata, sempat kepikiran ini bisa jadi awal paragraf cerita horor segala, hehe...

Hmmm... ini pelajaran bermanfaat banget buat aku yang sering terhinggapi kebuntuan saat ingin menulis sesuatu. Apa lagi cerpen. Huh, ternyata... bisa ngalir juga ya, disambung-sambungin.
***

Show it, don't tell it:

Kali ini memilih kata lagi, kata sifat atau keterangan.

Karena aku memang bingung, jadi aku memilih kata: Bingung, hehe...

Nah, buat paragraf yang bisa menunjukkan keadaan bingung tanpa menyebut-nyebut kata bingung ataupun sinonimnya. Lagi2 dikasih waktu 10 menit

Aku bingung, tapi aku nyoba, dan gini deh jadinya:

Sejenak anak kecil itu mengerutkan keningnya. Tangan kanannya merogoh ke dalam saku celana pendeknya, merasakan beberapa lembar kertas dan koin-koin logam yang dingin. Tak lama kemudian, tangan itu keluar dari saku dengan gerakan agak terlalu cepat. Secepat itu pula, tangan kirinya menyambut, lalu sepasang tangan itu ia tautkan, jari-jarinya saling meremas selama beberapa saat. Keningnya masih tertaut. Lama juga ia berdiri di depan toko itu, matanya masih lekat pada gambar aneka macam es krim yang terpampang di etalase. Akan tetapi gambar menggiurkan tersebut sesekali berganti menjadi kilasan wajah berkumis lebat milik ayahnya, lengkap dengan delikan matanya. Kata Ayah ia tak boleh jajan es krim. Lagipula kini ia lewat toko itu pun atas misi yang dibebankan ayahnya untuk membeli rokok, lengkap dengan gula dan terigu titipan ibunya. Ah, mengapa ia tak boleh jajan es krim, sementara Ayah boleh jajan rokok?

----------

Hehe... begitu ya jadinya. Lumayan bisa kebaca kan kebingungan si anak? Mudah2an...!


Komentar

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu kala mampir di sini

Popular Posts

Mozaik Bandung: Liburan yang Kacau & Jalan Panjang ke Pondok Hijau

Mencapai Impian dalam Mengelola Keuangan Secara Efektif dan Efisien

Puisi Sapardi, Acep Zamzam, & Bulu Kuduk [Wishful Wednesday #2]