Celoteh Kosong untuk Asa

Asa, terimakasih telah hadir untukku.
Tapi maaf kini kau terbunuh oleh kecewaku.

Aku tak tahu apakah seharusnya sejak awal kau tak tak datang saja
Seperti halnya aku tak pernah tahu apakah mati ataupun hidup bagimu setelah adamu kan berarti sesuatu untuk dirimu sendiri.
Aku berharap aku hanya sedang berkata kosong
Karena sesungguhnya banyak hal yang belum kumengerti meski pengalaman seharusnya telah mengajarkanku

Betul, aku telah mengalami masa-masa bersamamu,
Entah apakah akhirnya bahagia atau kecewa, keduanya telah kita lalui
Tapi Asa, kau tak pernah benar-benar sama.
Aku juga tak pernah benar-benar sama ketika merengkuh hadirmu di suatu masa dengan masa yang lain.
Keadaan juga tak pernah benar-benar sama.
Kurasa tak ada yang benar-benar sama, Asa.
Meski aku masih terasa kabur akan apa yang menjadikannya berbeda.

Asa, mengapa aku membicarakan ini?
Aku tahu aku tak sedang bertanya kepadamu.
Banyak sudah aku berkata, 'mengapa?', berkata saja bukan bertanya
Terlalu banyak tanya menggantung di udara menjadikannya menjadi celoteh biasa

Sebenarnya apa yang aku ingin utarakan kepadamu?
Sejak awal aku memang tak merumuskannya.
Tapi sudahlah. Kurasa aku hanya ingin berceloteh saja.

Asa,
Aku hanya... belum mengerti tentang hadirmu saat kau pergi lagi bersama datangnya kecewa.
Kau tampak seperti... dihadirkan oleh kombinasi situasi?
Begitu juga ketika hadirmu seperti ditarik kembali

Mengapa semua tampak seperti bermain relativitas?
Juga kau, Asa.
Ah, tapi memang tak indah rasanya jika semua tampak serba absolut
Tapi Asa, relativitas yang mana dulu yang sedang kita bicarakan?
Ah, kenapa tiba-tiba ketidakpastian, kebolehjadian, paradoks, kata-kata itu menginterferensi sifat nisbi yang sedang aku pikirkan?
Ok... sepertinya aku harus berhenti sejenak tuk meneruskan pembicaraan ini, Asa.
Mungkin aku perlu menata pikiranku terlebih dahulu sebelum kita lanjutkan ini.
Tunggu dulu.... Akankah ini dilanjutkan?
Entahlah, Asa. Terkadang aku merasa ingin menata pikiranku dahulu sebelum bicara
Tapi sering juga aku hanya ingin bicara begitu saja.

Asa, kurasa cukup dulu aku berkata.
Kuharap kau tersenyum mendengarkan semua bualan kosong ini


(republish... just because this is the nonsense represents the questions in my head now, and I still can't find the answers yet)

Komentar

Popular Posts

Novel Milea: Suara dari Dilan

Mozaik Bandung: Liburan yang Kacau & Jalan Panjang ke Pondok Hijau

Kecil-kecil Cabe Rawit! 7 Pilihan Lampu Bohlam Rumah Ini Gak Bikin Boros Listrik, Loh!