Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2007

Pada Penghujung Seputar Waktu

Gambar
Melamur pandangku atas putaran waktu. Yang mabuk, yang lari Sempoyongan dengan teriak sepi Doa-doa sunyi yang murung seperti Nyanyian gerimis di tanah pusara Dan angin tiupkan aroma kamboja Kala kubaca kalender angka-angka telah beruban Detak jarum jam semakin renta Hari-hari semakin purba Aku hanya lari bersama debu Jejak kakiku terkubur seiring ceceran muntahan ibadahku Tuhan, bilakah sekelumit ingatku Kan perbaharui putaran roda waktuku? Dipati Ukur, 28 Desember 2007

Tontonan Sepi

Ada orang mengubur sunyi dengan debu-debu jalan yang diterbangkan angin Ada orang mempermak luka dibalut canda tawa lelucon tua Ada kau mengusir sunyi Melemparnya ke tong sampah yang ditutup hingar-bingar ramai yang memerisai Sebatas telinga Ada kau memperban luka dengan tangis dan sandiwara Ada aku disini menonton sunyi dan luka Lewat kaca jendela Kala kuingin memeluk sunyi, ia tertawa Aku kesal padanya. Maka kutonton saja hingar-bingar suaramu dan debu-debu Maaf, aku sedang tak berselera menonton drama

Pada Semesta

Kau tak pernah hilang Saat ada, saat tak ada Kutemukan dirimu pada semesta Kulihat sungai-sungai yang deras mengalir itu :kasihmu Kulihat bening embun di pucuk dedaunan itu :sejukmu Kulihat kerlip bebintang yang tinggi itu :cintamu Kulihat awan-awan putih di langit itu :lembutmu ♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥ ♥♥♥♥♥♥♥♥♥ Ibu, Apa yang merenggutmu dari duniaku Sedang senyummu masih udara Yang kuhirup dalam nafasku

Ritual Pagi

Langit muram Mukamu masam Menelan koran Pagi yang buram Anak-anak berkeliaran di jalan Bermuka kusam Sodorkan tangan Ke depan hidung para penumpang Kau disana meradang Menahan berang Dengarkan lagu cinta yang terdendang Dari mulut pengamen jalanan Kau pun bosan Pada ritual pagi muram yang berulang-ulang Wajahmu geram Atas macet yang langganan Ok, tak ada senyum di pagi ini Mungkin masih tersangkut di koran pagi Yang baru terbit esok hari? 2 Des ‘07

Menanti Pelangi

Gambar
Kita sama t’lah mengecap hangat mentari Renangi percik sinarnya yang ceriakan hari Kita merayu awan sesekali Biar hujan kembali sembunyi. Lalu kita sembunyi seperti hujan yang kita usir Mentari yang bara itu telah tenggelamkan kita Di kolam peluh yang menjelma telaga Tapi kita tak bisa terus berpura Memulas asa tentang sebuah hasrat yang sama Di tepi telaga itu kita merajut rindu yang satu Dalam lamunan panjang yang terpampang: Ada kita disitu, telaga yang dilayari sebuah perahu Ada lengkung disitu, seperti alis bidadari yang dipulas warna-warni Ini rindu itu, pelangi yang selalu hadir di lembar-lembar mimpi Ini rindu, atau mimpi? Atau khayal, atau ilusi? Sedang hujan masih sembunyi Hanya mentari yang kita senyumi Maka kita masih disini Menanti pelangi yang tak jua tampakkan diri 2 Des ‘07

Rindu Cerita Lalu

Gambar
Lelah aku mengeja rindu Yang bertumpu pada bening matamu Kala kau bercerita dahulu Tentang masa lalu yang tak kutahu Penat sudah hati menampung sepi Yang menjalar tiap kali kudengar rintik hujan berbunyi Seolah kudengar suaramu lagi Dalam senyum terkulum maklum Kala kubercerita tentang mimpi-mimpi Masa depan yang belum kutahu pasti Ah, ibu. Bahkan hujan pun tak sanggup hapus jejak rinduku 2 Des ‘07