Membaca Laskar Pelangi


Pada saat membaca ini aku seperti tertarik dari dunia di sekelilingku, tenggelam di lautan kata-kata dan terdampar di pulau Belitong nun jauh disana, di ‘sub’-dunia yang diciptakan oleh sebuah buku yang terbuka di hadapanku. Aku menyadari ini ketika pada suatu jeda yang singkat aku beralih sejenak dan tertarik untuk sekilas memandang jam. Saat itu aku terkejut mendapati ternyata 3 jam telah berlalu tanpa terasa. Rasa pegal-pegal di punggung dan leherku mengkonfirmasi hal ini. Tapi kemudian aku tak begitu ambil peduli dan kuputuskan untuk menamatkan bacaanku karena beberapa alasan tertentu.

Aku hanya ingin bercerita tentang apapun yang ada di kepalaku setelah selesai membaca Laskar Pelangi, meski hanya sebagian kecil saja. Saat ini aku sedang tidak tertarik untuk belajar membuat resensi. Aku hanya ingin mengalirkan apa yang ada di kepalaku, mungkin salah satu efek samping setelah membaca karya Andrea ini. Ketika aku menuliskan sesuatu tentang buku yang baru saja kubaca, memang selalu saja kalimat-kalimat yang ada di dalamnya memberikan sumbangan ‘efek samping’ pada tulisanku (do u understand? I hope no, u don’t, hehe). Lagipula aku terlalu kesiangan untuk membuat resensi bagi buku ini. Buku ini sudah terlalu jauh meroket, orang-orang sudah dari dulu mendiskusikan isinya, dan aku baru saja kelar membacanya! Buku Laskar Pelangi yang kubaca ini adalah buku cetakan kesebelas sejak cetakan pertamanya pada September 2005.

Menakjubkan sekali menyimak fragmen-fragmen kehidupan kesebelas anggota Laskar Pelangi ini. Sebuah drama masa kecil yang penuh kejutan dan penuh warna. Novel ini dibuka dengan pentas menarik yang mendebarkan yang melatari bagaimana sepuluh anak murid baru dipertemukan di sebuah sekolah miskin nan bobrok yang nasibnya tengah di ujung tanduk. Sebuah ironi yang belum apa-apa sudah membuat hati seperti digores pisau belati melihat bagaimana sekolah tua itu terancam ditutup justru pada saat ketika anak-anak miskin itu pertamakali hendak menginjakkan kaki di bangku sekolah yang mereka idamkan.

Persoalan antara dunia pendidikan dengan keterbatasan fasilitas, kesulitan ekonomi, maupun kesenjangan sosial yang juga menciptakan kesenjangan pendidikan yang disuguhkan dalam novel ini mengingatkan kita akan realita. Ia adalah fenomena yang berseliweran di sekitar kita, bahkan mungkin ia adalah bagian dari pengalaman sebagian dari kita. Tapi tak banyak yang memotret fenomena ini untuk disajikan dalam sebuah novel, apalagi menjadikannya sebagai tema sentral. Kehadiran novel Laskar Pelangi yang memunculkan dunia pendidikan kelas bawah ini ternyata mampu membawakan inspirasi khususnya dalam bidang pendidikan dan mengingatkan kita akan banyak hal tentang sekolah yang seringkali dilupakan. Laskar Pelangi menyadarkan kita untuk memperbaiki citra sekolah yang belakangan mundur karena ada unsur-unsur inti pendidikan yang hilang sehingga menjadikannya hanya sebagai formalitas.

Betul, novel ini inspiratif seperti halnya Lintang menginspirasi para sahabatnya untuk berpacu mengejar ilmu dan cita-cita. Bagiku pribadi, Lintang adalah anggota Laskar Pelangi yang paling membuatku terkesan. Semangatnya yang bara dalam merambah belantara ilmu pengetahuan, tekadnya yang baja yang membuatnya tak luntur dihadang rintangan dan kesulitan, kecerdasan intelektualnya, kerendahan hatinya… Dan hatiku begitu hancur ketika, seperti yang kucemaskan, belakangan bakat jenius dan cita-citanya itu mesti terhambat gara-gara persoalan klasik: keterbatasan ekonomi. Aku tahu banyak yang bernasib seperti itu di negeri ini. Dan secara keseluruhan novel ini telah menggambarkan bagaimana perasaan marah dan kecewaku.

Aku paling suka adegan saat-saat Mahar dan Lintang mengangkat derajat sekolah kampung mereka yang selalu dipandang sebelah mata dengan cara masing-masing. Ah, tidak juga. Susah sebetulnya menentukan bagian mana yang paling mengesankan. Yang jelas, cara Andrea menuturkan setiap detil kejadian memang begitu mengesankan.

Aku kagum sekali akan gaya bahasa Andrea yang merupakan kombinasi dari puitis, saintifik, dan –seperti yang dikatakan oleh Sapardi Djoko Damono- bertabur metafora yang berani, tak biasa, tak terduga, terkadang ngawur, namun amat memikat. Sepanjang membaca deretan kalimat-kalimat dibuku ini aku dibuat kagum karena semuanya mencitrakan wawasan yang luas dari penulisnya. Aku sangat menikmati membaca paragraf demi paragraf yang mendeskripsikan secara detail keindahan sepotong harmoni alam pada pohon filicium, berbagai jenis bunga di kebun bunga sekolah atau di puncak Gunung Selumar, apalagi ketika keindahan panorama puncak Selumar ini dianalogikan dengan musik. Indah sekali. Tak heran ada yang mengatakan deskripsi dalam novel ini begitu filmis. Novel ini begitu hidup. (Aku sangat mendukung jika novel ini benar-benar jadi difilmkan)

Coba cek: ini....

Sebetulnya masih banyak yang ingin diungkapkan tentang Laskar Pelangi ini. Tapi sayangnya aku sudah mengantuk…

Komentar

  1. bintangkecil,
    Laskar Pelangi memang menggoda untuk di baca sampai subuh. Andre Hirata sangat piawai dalam mengharubirukan perasaan justru dengan kata-kata yang sederhana, apa adanya.

    membaca buku ini memang membuatku kembali terkenang masa kanak-kanakku yang kira-kira hampir mirip dengan apa yang di tulis Andrea Hirata.

    Btw ,aku juga berasal dari Pulau Bangka-satu daerah dengan pulau Bilitong-lokasi dalam cerita buku ini . Dengan kondisi sosial yang masyarakat yang majemuk dan menarik.

    Syal Batu ( RSJ ) yang diceritakan di bab terakhir adalah Rumah Sakit Jiwa yang tiap dan saban hari kami lalui ketika SMA dulu, sebuah Syal tua yang agak kumuh dan terkesan angker bukan karena banyak setannya tapi banyaknya pasien yang tiap hari, tiap pagi berkeliaran dengan mata kosong sepanjang lorongnya...

    salut buat Andrea Hirata !

    BalasHapus
  2. Yupz! Aku juga suka & salut banget ma cara Andrea Hirata menuturkan cerita dalam novelnya. Bahasanya, aku suka banget tuh.

    O, Bro Hansor juga dari daerah sana ya. Wah, kalo gitu lebih asyik lagi bacanya karena tau langsung tempat2 setting novelnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Tinggalkan jejakmu kala mampir di sini

Popular Posts

Mozaik Bandung: Liburan yang Kacau & Jalan Panjang ke Pondok Hijau

Mencapai Impian dalam Mengelola Keuangan Secara Efektif dan Efisien

Puisi Sapardi, Acep Zamzam, & Bulu Kuduk [Wishful Wednesday #2]