Sebuah Permulaan

Kertas putih, sebuah pena dan botol tinta

Dipersembahkan kepadaku saat aku merasa tersesat

Jiwa suci yang terhempas pada keasingan yang bising

Catatkan tangis pertamaku dalam lembar diary yang belum mampu kutulisi?

Tapi air mata telah menjadi tintaku mengisi lembaran hari

Sementara botol tinta dan pena masih dipegang ayah dan bunda

Dan aku menggenggam kertas putih yang bersih. Batinku

yang muda dan bening

: Sebuah permulaan adalah titik kosong yang mulai kutandai

Lalu aku belajar tak kenal henti

Dari gerak pena ibuku menotol tinta

Tangan ayahku gerakkan pena

Ahoy, baru kutahu akulah siswa sejati!

Kertas putih tak lagi putih

Biar kubacakan untukmu bait-bait puisi

Atau kutunjukkan padamu lukisan-lukisan mahakaryaku?

Aku bertanya bangga kepada orang-orang

Lalu berhamburanlah tawa dan cela,

"Kau hanya pandai mencoreng-moreng jiwamu!"

Aku menangis dan mengadu,

Tapi guru sejatiku mengajarkan kepadaku:

"Kau hanya perlu belajar lagi, perbaiki karya di setiap kertasmu, terus dan terus..."

Aku mengulangnya dalam hati

Terus dan terus...

Hingga kudapati lagi lembaran putih yang masih baru

Ada berapa kelas permulaankah di sekolahku?

Komentar

Popular Posts

Mozaik Bandung: Liburan yang Kacau & Jalan Panjang ke Pondok Hijau

Mencapai Impian dalam Mengelola Keuangan Secara Efektif dan Efisien

Puisi Sapardi, Acep Zamzam, & Bulu Kuduk [Wishful Wednesday #2]